Game A Space for the Unbound akhirnya rilis penuh juga setelah tiga tahun dinantikan oleh para gamer. Game kerja sama Mojiken Studio sebagai pengembang dan Toge Productions sebagai penerbit ini memang banyak disebut sebagai the most anticipated Indonesian games of 2023.
Agak sedikit berbeda namun mempunyai maksud serupa, Komunitas Twitch Indonesia dalam tweetnya mengatakan game A Space for the Unbound dengan, “Notoriously known as the most hyped game of 2022/2023“.
Penyebutan itu memang bukan sesuatu yang berlebihan karena setelah memainkan versi awalnya yakni, A Space for the Unbound – Prologue banyak yang menunggu hasil akhirnya.
Padahal versi tersebut hanya memuat prolog tetapi, sudah sangat menjanjikan dari segi tampilan gambar, cerita maupun musik. Oleh sebab itu, banyak pemain yang sangat antusias untuk memainkan versi penuhnya.
Akhirnya setelah penantian panjang dari 23 Januari 2020, para penggemar sudah bisa memainkan full version-nya A Space for the Unbound pada tanggal 19 Januari 2023.
Game ini tersedia di PS4, PS5, Xbos One, Xbos Series S/X, Nintendo Switch, dan PC via Steam. Di Steam, game A Space for the Unbound dipatok dengan harga standar Rp 99.900.
Game A Space for the Unbound sendiri bercerita tentang seorang anak SMA bernama Atma yang mempunyai pacar bernama Raya dan teman dekat, seorang anak kecil, bernama Nirmala. Setting tempat serta waktu yang diambil adalah Indonesia antara tahun 90-an akhir dan 2000-an awal.
Tema yang diangkat game ini sebenarnya cukup berat yakni, depresi dan anxiety. Hal ini juga sudah terlihat di prolog ketika Ayah Nirmala memarahi Nirmala yang menggambar tidak jelas.
Bahkan, di awal game sudah ada peringatan bahwa permainan ini mengandung penggambaran mengenai depresi, kecemasan, dan bunuh diri yang mungkin tidak cocok untuk semua pemain.
Peringatan ini tidak main-main karena memang game ini bisa saja menimbulkan trauma masa lalu atau men-trigger pemain yang mempunyai masalah mental.
Peringatan lainnya adalah tentang banyaknya flash light sehingga dapat menyebabkan epilepsi bagi yang menderita fotosensitif.
Sepanjang penulis bermain game khususnya game Indonesia sepertinya baru A Space for the Unbound yang memberikan peringatan sampai dua macam. Biasanya hanya soal photo sensitive, tapi soal masalah mental dan kejiwaan pemain belum penulis temukan.
Ini salah satu hal yang patut dicontoh oleh pengembang dan penerbit game lainnya untuk memperhatikan juga masalah kesehatan mental pemain.
Lalu bagaimana dengan game-nya sendiri? Apakah benar game A Space for the Unbound seperti yang digembar-gemborkan banyak orang?
Ikuti terus artikel ini sampai habis karena artikel ini akan mengulas game A Space for the Bound secara komprehensif dari mulai kesan pertama (first impression), interface, control, gameplay, sound hingga ke graphics-nya.
First Impression Game A Space for the Unbound
Game yang sangat puitis nan romantis. Begitu kesan pertama penulis begitu membaca dialog demi dialog di awal-awal game A Space for the Unbound. Begitu banyak dialog serta kata-kata yang bisa dijadikan quote yang instagrammable atau tweet yang berpotensi viral.
Artwork-nya juga sangat indah. Gambar-gambar latar dalam game ini bisa membawa nostalgia ke tahun-tahun 90-an. Nanti di bagian review graphics akan dijelaskan lebih lanjut mengenai artwork ini.
Belum lagi referensi budaya populer di sana-sini yang diselipkan pada game ini. Mulai dari permen YOSAN yang diplesetkan menjadi YOMAN, tutup botol merk-merk soft drink yang juga diplesetkan, hingga ke judul-judul film yang walau diplesetkan juga tapi bisa ditebak referensinya film apa karena sangat familiar untuk generasi 90-an Indonesia. Plesetan nama merk dan judul film tentu saja dilakukan untuk menghindari masalah hak cipta.
Sebenarnya dari awal masuk ke permainan sudah diiringi dengan musiknya yang mengharu biru syahdu, namun di sisi lain menimbulkan semangat untuk bermain serta menghadapi masa depan.
Hal yang jarang terjadi sebenarnya karena biasanya musik syahdu nan mengharu biru seperti itu alias musik low fidelity merupakan musik belajar atau musik pengantar tidur atau musik untuk menghayati sesuatu. Lebih lanjut tentang musik akan diulas pada bagian review aspek sound game A Space for the Unbound.
System requirements minimal untuk memainkan A Space for the Unbound adalah sebagai berikut:
- OS: Windows 7
- Processor: Intel Core 2 Duo E6320 (2*1866) or equivalent
- Memory: 2 GB RAM
- Graphics: GeForce 7600 GS (512 MB) or equivalent
- Storage: 3 GB available space
Sedangkan untuk rekomendasinya sendiri adalah:
-
- OS: Windows 10
- Processor: Intel® Core™ i3-6100 Processor or equivalent
- Memory: 4 GB RAM
- Graphics: GeForce GTX 1050 or equivalent
- Storage: 3 GB available space
Penulis sendiri memainkan A Space for the Unbound memakai laptop dengan spesifikasi seperti ini:
- OS: Windows 8
- Processor: Intel(R) Core(TM) i5-4210M
- Memory: 8 GB RAM
- Graphics: NVIDIA GeForce GT 7300M
Sehingga penulis dapat memainkan A Space for the Unbound dengan lancar jaya tanpa lag. Selanjutnya kita akan mengulas game A Space for the Unbound berdasarkan aspek-aspek yang sudah disebutkan sebelumnya di atas.
Review Game A Space for the Unbound
Aspek Interface Game A Space for the Unbound
Antarmuka (interface) game ini sederhana sekali sehingga sebenarnya bisa dimainkan oleh berbagai kalangan dari anak-anak sampai lansia yang mungkin kurang mengerti teknologi tetapi, ingin kembali merasakan aroma 90-an Indonesia. Tampilan menu di awal juga sangat sederhana.
Ada lima menu utama yang bisa dipilih yakni, Lanjut untuk melanjutkan permainan terakhir, Mulai Permainan untuk memulai lagi dari awal atau prolog, Muat Permainan untuk memilih slot kemudian me-load permainan, Keluar untuk keluar dari permainan dan kembali ke desktop, serta terakhir adalah Pengaturan untuk mengatur resolusi, tampilan, suara, musik dan bahasa.
Ada tujuh bahasa yang bisa dipilih yaitu: Inggris, Jepang, Korea, Portugis – Brasil, Cina Sederhana, Cina Tradisional dan Bahasa Indonesia. Penulis menyarankan untuk Anda memakai Bahasa Indonesia saja (bahasa standar awalnya adalah Bahasa Inggris) agar konteks kelokalan, nostalgia serta dialog puitisnya lebih terasa.
Lalu, di dalam game pemain mempunyai sesuatu yang disebut “Buku Merah”. Di dalam buku tersebut ada Misi saat ini yang harus dijalankan dan misi keseluruhan game yang disebut Bucket List.
Kemudian Peta untuk melihat lokasi-lokasi yang ada dalam permainan, Persediaan untuk mengetahui barang-barang apa yang sedang pemain pegang, Barang Koleksi adalah daftar barang untuk melengkapi keinginan tokoh utama, dan Cerita yang harus dilengkapi agar mendapatkan pengalaman utuh bermain game ini.
Jika pemain melewati sesuatu seperti benda, tempat atau orang (NPC) yang bisa berinteraksi akan keluar icon “?”. Interaksi bisa berupa hanya dialog yang kelihatannya tidak jelas tetapi, sebenarnya merupakan petunjuk untuk menyelesaikan misi. Bisa juga interaksi menggunakan barang-barang yang ditemukan oleh pemain atau sekadar hanya memeriksa sesuatu.
Interaksi paling menarik tentu saja adalah interaksi dengan kucing. Pemain bisa menamai kucing-kucing yang ditemui bahkan mengelusnya. Siapa yang tidak suka untuk mengelus kucing bukan?
Ini gimmick yang sangat kreatif dan unik. Karena, salah satu video terbanyak yang ditonton di berbagai platform media sosial adalah video tentang kucing.
Pembuat A Space for the Unbound dengan cerdas dapat melihat hal tersebut kemudian, menjadikannya interaksi dalam game adalah sesuatu yang jenius. Atau mungkin juga, pembuatnya hanya salah satu dari sekian ratus juta orang yang merupakan cat lovers kemudian menjadikan game ini sebagai salah satu bentuk cintanya terhadap kucing.
Apapun itu, interaksi kepada kucing ini adalah sebuah poin plus untuk A Space for the Unbound.
Pilihan interaksi bisa keluar setelah menekan huruf “Z” di keyboard, ketika icon interaksi yang disebutkan sebelumnya keluar. Oleh karena sudah disinggung untuk menekan keyboard maka, kita berlanjut ke review aspek control game A Space for the Unbound.
Aspek Control Game A Space for the Unbound
Kendali permainan ini hanya menggunakan tujuh buah tuts keyboard yaitu: Z untuk interaksi dan atau konfirmasi, X untuk membatalkan, Shift Kiri untuk berlari, C untuk gerakan khusus, Tab untuk membuka buku, E untuk melanjutkan ke halaman selanjutnya, Q untuk kembali ke halaman sebelumnya. Juga tentu saja arrow kanan dan kiri untuk berjalan. Ketika pemain menekan kiri atau kanan dua kali maka, karakter untuk akan berlari.
Tombol-tombol ini bisa diubah sesuai selera sebenarnya. Karena mungkin saja, ada pemain yang lebih memilih untuk memakai tombol-tombol keyboard area tengah. Atau mencoba hal-hal yang di luar kebiasaan untuk memberikan tantangan tersendiri bisa jadi.
Dalam laman Steam-nya disebutkan bahwa, game ini mendukung penggunaan controller secara penuh (full controller support). Jadi penulis mencoba untuk memakai gamepad.
Benar saja semua kendali interaksi juga bisa dipakai dengan menggunakan joystick. Hal ini wajar karena memang A Space for the Unbound juga tersedia di berbagai console. Di sisi lain ini juga patut diapresiasi karena ada beberapa game yang menyatakan full controller support tetapi, pada kenyataannya hanya sebagian saja mendukungnya (partial support).
Game yang membebaskan pemain untuk mengganti control serta pilihan menggunakan controller atau tidak adalah game yang memberikan rasa nyaman. Maka, A Space for the Unbound dalam hal ini sudah memberikan comfort zone kepada pemain. Poin plus lagi untuk A Space for the Unbound.
Selanjutnya kita akan membahas aspek gameplay dalam game A Space for the Unbound.
Aspek Gameplay Game A Space for the Unbound
Aspek gameplay bisa dibilang merupakan aspek terbaik bahkan kalau ada nilai bintang enam, maka penulis akan memberikan nilai tersebut. Oleh sebab itu, penulis akan membagi lagi ulasan tentang aspek gameplay game ke dalam dua bagian.
Bagian pertama adalah tentang story mencakup juga lama menyelesaikan permainan (pace) dan bagian kedua adalah tentang difficulty mencakup juga mini game yang bisa dimainkan serta puzzle yang harus diselesaikan.
Story
Game A Space for the Unbound adalah salah satu game Indonesia terbaik. Satu kalimat ini sebenarnya sudah mencakup semua pembahasan termasuk pembahasan sebelumnya tentang interface dan pembahasan setelah ini tentang sound dan graphics.
Namun sesuai dengan heading bagian ini yakni, gameplay – story maka, penulis akan memberikan alasan mengapa game A Space for the Unbound merupakan one of the best Indonesian game.
Cerita A Space for the Unbound sangat solid. Tidak ada plot hole. Semua jawaban dijelaskan di akhir.
Waktu tiga tahun pembuatan memang bukan waktu yang main-main. Pengembang A Space for the Unbound benar-benar melakukan riset mendalam untuk membuat game ini.
Referensi budaya populer tahun 90-an sampai referensi ilmiah seperti Teori Sindrom Ingatan Palsu (False Memory Syndrom) milik Bapak Psikoanalis Sigmund Freud dimasukkan dalam game ini tanpa mengurangi keasyikan bermain.
Pembuat A Space for the Unbound juga sangat detail serta rapi menceritakan satu per satu peristiwa-peristiwa yang membuat dunia menjadi aneh dalam universe-nya.
Karakter-karakter utama dalam game A Space for the Unbound yaitu: Atma, Raya, Erik, Lulu, Marin dan Nirmala dijadikan bab (level) kemudian diceritakan background story masing-masing di akhir bab. Sehingga total ada enam level yang harus diselesaikan (termasuk level awal atau bab prolog).
Pemain dijamin akan merasakan rasa puas sekaligus hampa setelah menyelesaikan game A Space for the Unbound. Puas karena telah mengetahui segala misteri yang menyeliputi Kota Loka. Hampa karena harus memainkan game apa lagi setelah menamatkan game A Space for the Unbound.
A Space for the Unbound bisa diselesaikan dalam jangka waktu 10-14 jam. Tergantung pemain apakah ingin langsung menyelesaikan misi utama atau juga ingin menyelesaikan side quest? Tergantung juga kemampuan pemain menyelesaikan puzzle-puzzle dan petunjuk-petunjuk yang diberikan sepanjang permainan.
Maka, selanjutnya kita masuk ke dalam ulasan difficulty.
Difficulty
Puzzle-puzzle yang diberikan cukup variatif. Dari mulai mengingat urutan pesanan makanan, kuis pengetahuan umum hingga rumus matematika. Saran penulis gunakan catatan untuk mengingat petunjuk-petunjuk yang diberikan khususnya di bagian akhir-akhir game.
Game A Space for the Unbound tidak memiliki fitur untuk mengatur kesulitan. Karena sebenarnya game A Space for the Unbound cukup mudah untuk langsung diselesaikan seharian. Seperti yang sudah dijelaskan dalam bagian sebelumnya bahwa “hanya” memerlukan waktu sekitar 10-14 jam untuk menamatkan game ini.
Jika satu drama Korea berdurasi sekitar 50-55 menit, sehingga total playing time untuk menyelesaikan game A Space for the Unbound artinya sama dengan binge watching (maraton nonton) drama Korea sebanyak 11 sampai dengan 16 episode.
Sesuatu yang biasanya dikerjakan penggemar drakor plus kaum rebahan hanya dalam sehari atau dua hari di akhir pekan. Sehingga begitu juga dengan gamer yang penasaran dengan ending game A Space for the Unbound bisa seharian bermain dan selesai.
Ada sebuah mini game dalam game A Space for the Unbound bertajuk Future Fighter. Pemain harus mendapatkan nilai tertinggi agar mendapatkan trophy/achievement. Mini game Future Fighter tentu saja merujuk pada game-game fighting yang mewabah pada tahun 90-an dan dimainkan di mesin arcade alias dingdong.
Backsound begitu masuk ke dalam mini game tersebut juga akan mengingatkan kita pada game-game fighting era 90-an macam Street Fighter, Virtua Fighter, King of Fighter. Sehubungan dengan sudah masuk ke pembahasan sound maka, selanjutnya kita akan review game A Space for the Undbound dari aspek sound.
Aspek Sound Game A Space for the Unbound
Seperti yang sudah disebutkan beberapa kali sebelumnya di atas bahwa musik, suara dan lagu dari A Space for the Unbound adalah salah satu yang terbaik. Seharusnya game ini mendapatkan penghargaan di kategori sound minimal nominasi di berbagai awards tentang game.
Komposer musiknya yang terdiri dari: Masdito “ittou” Bachtiar, Christabel Annora serta Bambang Iswanto berhasil mengaransemen musik yang sesuai dengan karakter, keadaan dan nuansa yang ada. Contohnya pada Atma’s Theme “An Ode To Life”.
Lagu tema ini benar-benar menggambarkan Atma yang optimis dan bersemangat namun, bingung dengan kondisi, keadaan serta kehidupan yang sedang dia jalani.
Penulis sendiri sangat menyukai lagu “The Bridge” (ASFTU The Bridge End Theme) yang dinyanyikan oleh Brigitta Rena.
Suara vokalnya mampu membuat pemain yang sudah menyelesaikan game semakin menghayati game-nya. Special honorable mention untuk Assaji Tjahjadi yang bisa membuat komposisi musik yang pas di akhir.
Seandainya saja musiknya biasa saja. Maka, plot twist ending A Space for the Unbound mungkin akan terasa antiklimaks. Banyak game yang terjebak pada kesalahan ini, tetapi tidak untuk A Space for the Unbound.
Suara vokal yang menenangkan, musik yang menghanyutkan, akhir yang mengagetkan disertai dengan gambar pemandangan yang sangat indah adalah cara paling sempurna untuk mengakhiri sebuah game.
Itulah yang dihasilkan oleh A Space for the Unbound. Memang gambar seperti apa? Kita lanjutkan dalam ulasan mengenai graphics A Space for the Unbound.
Aspek Graphics Game A Space for the Unbound
Cukup satu kata untuk mengekspresikan kesan penulis tentang graphics A Space for the Unbound: BEST! Penanganan gambar sekaligus grafis serta, kalo boleh disebut, cinematic scene di bagian-bagian akhir bab serta adegan-adegan yang penting sangat rapi dan apik.
Pengembang game indie memang hampir pasti bahkan kalau boleh dibilang selalu menggunakan teknik grafis pixel art. Begitu juga dengan A Space for the Unbound yang menggunakan teknik gambar ini. Namun, demikian game ini justru meningkatkan level penggunaan pixel ke level yang lebih tinggi lagi.
Pengembang A Space for the Unbound mampu memaksimalkan teknik visual pixel art ini hingga gerakan seperti mengelus kucing, berhenti berlari, menendang dan memukul tergambar dengan detail.
Detail ini sebenarnya sudah terlihat dari awal ketika Atma mulai berlari kemudian tiba-tiba berhenti berlari, ada seperti angin yang berhembus.
Akhir Kata untuk Game A Space for the Unbound
Setelah tadi penulis bilang hanya satu kata untuk menggambarkan A Space for the Unbound yakni, terbaik. Maka, ada dua kata selanjutnya untuk para gamer yaitu: WAJIB BELI!
Penulis dengan senang hati mengatakan demikian untuk game A Space for the Unbound. Apalagi buat gamer yang merasakan masa kecil hingga SMA di tahun 90-an akan terharu dan terbawa nostalgia suasana. Masa di mana belum ada social media.
Hal tersebut juga diselipkan dalam game ini. Saat Atma menemukan kotak pos dan berandai-andai apakah di masa depan dia tetap akan memerlukan surat?
Belum lagi hal-hal seperti curhatan colongan di buku perpustakaan, membolos sekolah demi bermain di warnet atau arena dingdong atau membolos karena pergi ke bioskop dengan pacar.
Sekali lagi dan untuk terakhir kalinya sekaligus untuk menutup, penulis katakan bahwa A Space for the Unbound adalah game Indonesia terbaik saat ini.
A Space for the Unbound berhasil memadukan cerita yang ciamik, gambar yang apik serta musik yang unik. Dan sekali lagi penulis bilang bahwa siapapun yang membaca review ini di esportsnesia.com harus membeli dan memainkan A Space for the Unbound.